Selasa, 02 Februari 2010

Survey Ci Nyirup Track, It's not just about GOWES..


Laporan Buat Abah, Sesepuh MTB



Abah...
Waduuh perlu dua kali survey track ini, dari +256 mtr dpl menuju 646mtr dpl dengan jarak 5km lumayan menyesakan. Survey trip ke2 ini akhirnya menjawab pertanyaan besar selama ini... Sampai disinikah kekuatan saya sebelum akhirnya terpaksa tepar TunTun Bike (TTB)??

Berikut saya sampaikan journalnya dengan catatan yang saya rekam tidak hanya di GPS saja Bah, bahkan dicatat di “Hati” saya (he he he daleeem…):

Tanjakan dari kampung Cangkoang ke kampung Cinyirup ini pernah ditanyakan Pak Syamsul (CB) dan saya jawab waktu itu "dahsyat Bang... lain kali saja ya" karena waktu itu trip diikuti oleh para newbie. Sejujurnya track tsb belum khatam saya survey dengan MTB, cuaca hujan merusak traksi ditanjakan dan awan gelap yang menghalangi signal GPS membuat saya urung naik waktu survey kesana 4 bulan lalu.

1 Januari 2010, setelah 26km muter muter alun alun ke Gandarasa, Pabrik Sosro terus naik ke Juhut saya putuskan melanjutkan survey tertunda tsb. Sendirian saja menapaki jalur tsb dengan Patrol Kesayangan, cuaca bagus, sepeda fit, tidur semalam cukup (gak ikutan tuh rame rame begadang taon baruan). Akhirnya bismillahirrohmannirrohiim...

Kerumunan ibu ibu yang duduk duduk di simpang Canggoang entah sedang menunggu apa semarak menyemangati saya menggenjot dengan guyonan guyonan. Tanjakan dengan karakter makadam sepanjang 150 meter. Batuannya beberapa sudah lepas. Gear sudah di max low. Wheel depan mulai ngangkat ngangkat. Nafas mulai sesak megap megap. Ayoooo tekan handle bar sedikit biar wheel depan tidak ngangkat, tapi jangan berdiri biar traksi tetap dapet. Teriakan ibu ibu bak pemandu sorak kesebelasan AREMA makin meriah. Huhhh betul juga tanjakan ini pantas disebut tanjakan nangtung (tanjakan berdiri). 20 meteran lagi sepertinya tanjakan ini berakhir , ohhhhhh gemetar kaki saya, masih coba dipaksakan dan lewat...bisaaa!!.. Hahhhhh hahhh hahhhh gowes pelan terus sambil tarik nafas, 30 meter jalan agak datar... ohhhh terimakasih ya Alloh sambil berhenti istrirahat pegangan di pagar kebun duren. Masih gemetar. Bahkan pagar yang saya pegang ikut gemetar...

Menatap lagi kedepan...... argghhhh!..tampak tanjakan menunggu lebih panjang lagiiiii ....Duhhh tapi bismillah saja.....
Dengan sisa kekuatan dan rasa makin penasaran, sepeda bergerak digowes lagi, pelan semoga pasti, 50 meter bisa lewat, 100 lagi mulai sesak nafas lagi dan kaki gemetar terusss hah hah hah...”Ha ha ha ha hayooooo teruss genjooot” dari belakang tiba tiba terdengar suara ramai lagi? Hah...? ibu ibu yang tadi suaranya masih terdengar? Ahh rupanya mereka kini sedang berada diatas diangkutan terbuka merayap menyusul saya. Rupanya ibu ibu ini mau ke Cinyirup juga. Walau sulit tolah toleh, terasa pasti pick up ini berhasil menyusul saya pelan sambil bunyi berderit derit dan mesin meraung raung seakan meledek saya yang lagi megap megap. Hayoooo ”katanjak katanjakk nong....!” seru mereka. Arghh.... gowesan saya usahakan konstan, tidak lagi perlu pedulikan ibu ibu yang ternyata para ibu ibu penjual sayur ini...

Hiiiii.....Tiba tiba teriakan teriakan menjadi histeris.... Ha ha ha rupanya pick up tadi mati mesinnya didepan saya. Mobil tersendat terganjal ditanjakan dan ha ha ha ha saya coba susul lagi. Hi hi hi... saya susul lagi dengan hati mengejek (dikiiit, sukuriiin... sukuriiin....!). Kemudian didepan ada belokan, saya berharap disana bisa ketemu jalan datar, semoga, lumayan kan bisa tarik nafas. Tapi argh...!salah! Justru semakin terjal! dan traksi wheel belakang tiba tiba lepas, sepeda oleng dan ahhhh terpaksa turun.
Meneruskan gowes sangat sulit, terlalu terjal dan traksi ngesot terus. Dibelakang tidak ada lagi jalur buat ancang ancang, terlalu jauh. Tidak mungkin. Ohhhh disinikah batas kekuatan saya yaAllah?

Baju basah oleh keringat yang mengalir deras, nafas makin tersengal megap megap dan kaki makin gemetaran berdiri disamping sepeda menatap tanjakan yang makin menghadang. Jangankan di gowes, TTB pun entahlah... rasanya pasti menyiksa.... Kembali balik arah? Ketemu ibu ibu tadi? Membawa rasa penasaran yang pasti akan terus menyiksa hingga beberapa hari kedepan? Putus asa ? Ya, Nyaris ...!


Hhhh... diputuskan istirahat dulu, sepeda ditidurkan sekenanya, baju dilepas, helmet, glove semuanya dilepas. Duhh gimana niiih.....! Kemudian terasa hawa dingin mulai mengalir dihembus udara gunung. Angin, suasana dan saat melihat kebelakang pemandangan dibelakang, Subhanalloh....indahnya! Saya barus sadar dari tadi kalau kota Pandeglang bisa terlihat dari sini. Check ketinggian di GPS : 596 mdpl. Ohhh..... mungkin inilah bonus nya. Alhamdulillah ya Alloh..... segar sekali, indah sekali.

Ambil waktu lagi beberapa menit ahh sepuasnya deh... yang penting biar bisa nikmati suasana ini sambil merenung merefleksi beberapa hal di tahun yang sudah lewat thn 2009. Kemudian sayup sayup terdengar suara ramai dari bawah. Hah....!? ternyata terlihat ibu ibu sayur tadi rupanya berjalan ramai ramai merayap membawa gendongan sayur dan belanjaan lainnya sarat beban memenuhi punggung hingga bahu mereka. Entah dimana kendaraan pick up tadi, sepertinya tidak kuat naik. Tapi tidak tampak kelelahan dari ibu ibu ini selain candaan saling meledek dan bahkan mereka tertawa, terus tertawa makin keras melihat saya yang sudah tepar nyaris pasrah menyerah dihadapan tanjakan Cinyirup ini. Gila! Saya pikir. Jalan saja sudah sulit apalagi dengan beban seperti itu? Mungkin pertimbangan ekonomi dan tanggung jawab serta kasih sayang untuk keluarga yang membuat mereka tetap melakoni deraan tanjakan ini tanpa complain.... Ck.. ck...ck.....

Jujur melihat mereka saya jadi bersemangat lagi, seperti tersuntik tenaga luar biasa, saya bangkit lagi dan menggunakan helmet glove kecuali baju yang sudah basah kuyup. Saya dorong sepeda kesayangan merayap bareng ibu ibu yang memberikan inspirasi ini. Ibu ibu luar biasa ini, ibu ibu yang tadi saya ejek waktu mobilnya gak kuat nanjak. Bercerita ngaler ngidul dengan mereka lumayan meringankan TTB ini. Mereka seminggu 3 kali bolak balik ke Pandeglang dan kembali lagi ke kampung Cinyirup tempat tinggal mereka. Dikampungnya mereka memiliki warung. Walau jalan sudah pernah diperbaiki tapi karena terlalu nanjak sulit ada angkutan yang bisa mengantar sampai kampung Cinyirup. Ada beberapa mobil pick up yang sebenarnya bisa sampai ke tujuan tetapi biasanya lewat lebih pagi. Tidak terasa kami sampai di kampung Ci Nyirup. Satu persatu , memisahkan diri karena sampai dirumahnya, disambut teriakan anak anak mereka. Hebat... merekalah para super woman dari Cinyirup. Tinggal saya sendiri yang mulai pulih melanjutkan sepeda di gowes ke Puncak Cinyirup.

Alhamdulillah, berhasil sampai di TOP OF THE HILL. Tidak sia sia, walau campur TTB akhirnya bisa tiba di sini. Ketinggiannya sih hanya di 663m dpl tapi subhanalloh....
Pemandangan ini indah, indaah….sekali. Hamparan kota Pandeglang dan Cadasari hingga Kota Rangkas Bitung yang sedang dipayungi awan hitam dan hujan sedang turun disana terlihat jelas. Sawah sawah, disebrang sana juga tampak melengkapi harmoni keindahan. Dari sini saya menyadari kehidupan ribuan ekosistem sedang berlangsung dengan cara yang berbeda dibawah sana, ada yang menerima hujan, ada yang bermandikan panas matahari, seluruhnya dimonitor dan dikontrol oleh satu kekuasaan, tanpa konflik, tanpa luput dari rizki Sang Pengasih dan Penyayang, bahkan setiap tarikan nafas setiap mahluk hidup, dari renik renik hingga manusia yang hidup dialamnya ini semua dikontrol oleh Sanga Pencipta nya.

Kini saya tersadar ternyata bukan tanjakan yang harus dikalahkan tetapi sifat ego didalam diri. Kadang kita perlu mema'afkan diri ini karena tidak mampu menaklukan tanjakan Cinyirup dan menerima kebesaran alam yang merupakan representasi kebesaran Maha Pencipta.

Perjalanan dilanjutkan menanjak lagi kearah gunung. Karakternya single track.
Mampir di Masjid, tidak melewatkan sarana pemandian umum yang dialiri air gunung yang terus mengalir.....duhh kembali saya memujaNya sebagaimana seharusnya. Segarnya air ini ya Allah. Tidak mungkin bisa terhitung semua kenikmatan di trip kali ini.

Mengingat hari ini Jumat, dan jam sudah 10.30, saya segera bersiap kembali turun. Pantang kembali kejalur tadi. Seat post diturunkan pol, dengan bertelanjang dada (baju masih sangat basah) Patrol meluncur turun gunung. Lewat ke kampung Kadu Kebo (memutar ke barat), saya tahu di barat lagi ada kampung Pasir Gintung, ada single track, saya arahkan Patrol ke jalur ini. Wuihh single track ini banyak bercabang, bersyukur GPS bisa bantu navigate. Ho ho ho....dahsyat, menukik dan di bawah terdapat jurang berbatu seperti kali namun airnya sedikit. Terus menyelusuri single track dibawah kanopi hutan gunung karang ini. Teduh rimbun tidak terasa hari yang sebenarnya terik. GPS total tertutup signalnya. Jadi ingat... jalur ini seperti Gunung Pinang lewat belakang yang tembus ke Komplek Pejaten, bedanya udara disini sangat sejuk. Kalau punya nyali beberapa drop off bisa diterjang. Sempat dicoba he he he... sadar sadar.... lagi sendiri... (kalau jatuh gak ada yang nolong). Kalau hujan sih jangan harap pasti jadi perosotan.
Single track ini berakhir di Pasir Gintung jalur dilanjut menukik dijalan makadam ke Kampung Cengkel, sebenarnya jalur ini pernah di aspal. Tetapi karena terlalu terjal tidak ada roda 4 yang bisa lewat. Akhirnya jalur ini seperti single track yang ditumbuhi rumput lebat dikiri kanannya, tapi karakternya aspal kasar dan makadam. Ahhh turunan meliku liku bisa dirasa lebih panjang dan keluar di Pasekon dilanjut ke Cihaseum dan Kebon Kopi, trip survey ini berakhir di Alun alun pandeglang dan kembali ke peradabaan. Kemudian tersadar......masyaAlloh saya belum sempat pake baju!!!
Sebelum buru buru masuk belokan Pondok Nara, dari Alun Alun Pandeglang saya masih bisa menatap balik ke Gunung Karang, gunung gagah yang menantang, menjanjikan bonus bonus keindahan bagi siapa saja yang menjelajahinya. Bahkan kesegaran keimanan, insyaAllah.

Rencana sih ingin kembali.... semoga bisa besok dengan Adi Goweser dari Depok.


Pandeglang, 1 Januari 2010.
Edwin Sumiroza

Mohon maaf mr. Momod sangat panjang journal ini, semata hanya ingin berbagi dengan sesama pecinta MTB. Semoga bermanfaat dan bisa sama sama gowes kesana, someday maybe....

Track ini cocok bagi :
1. Pecinta XC? Berani turun ...berani nanjak....!
2. IPDN (Ikatan Pecinta Djalur Nanjak).
3. Untuk pecinta turunan AM sangat menjanjikan kedahsyatan. Syaratnya cari pick up yang bisa mengantar sampai ci nyirup. Drivernya jangan goweser, kesian kalo harus balik lagi!

MENGALIR SEPERTI AIR.........

Dari Milist MBTI
Seorang pria mendatangi seorang Guru. Katanya, "Guru, saya sudah bosan hidup. Benar-benar jenuh. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu gagal. Saya ingin mati."
Sang Guru tersenyum, "Oh, kamu sakit."
"Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati."
Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Guru meneruskan, "Kamu sakit. Dan penyakitmu itu bernama, 'Alergi Hidup'. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan."
Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan ini mengalir terus, tetapi kita menginginkan keadaan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit.
Usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam berumah-tangga, pertengkaran kecil itu memang wajar. Persahabatan pun tidak selalu langgeng. Apa sih yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.
"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu benar-benar bertekad ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku." kata sang Guru.
"Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup." Pria itu menolak tawaran sang Guru.
"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?"
"Ya, memang saya sudah bosan hidup."
"Baiklah. Kalau begitu besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Malam nanti, minumlah separuh isi botol ini. Sedangkan separuh sisasnya kau minum besok sore jam enam. Maka esok jam delapan malam kau akan mati dengan tenang."
Kini, giliran pria itu menjadi bingung. Sebelumnya, semua Guru yang ia datangi selalu berupaya untuk memberikan semangat hidup. Namun, Guru yang satu ini aneh. Alih-alih memberi semangat hidup, malah menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.
Setibanya di rumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut "obat" oleh sang Guru tadi. Lalu, ia merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.
Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Ini adlaah malam terakhirnya. Ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya amat harmonis. Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan berbisik, "Sayang, aku mencintaimu." Sekali lagi, karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!
Esoknya, sehabis bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Setengah jam kemudian ia kembali ke rumah, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh sekali, "Sayang, apa yang terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, sayang."
Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, "Hari ini, Bos kita kok aneh ya?" Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan menghargai terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.
Pulang ke rumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, "Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu." Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, ayah selalu tertekan karena perilaku kami."
Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya?
Ia mendatangi sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi, "Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh. Apabila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan." Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Konon, ia masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian. Itulah sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu HIDUP!