Rabu, 28 Januari 2009

Rafting Ciberang Rangkasbitung Banten MTB, Hiking di

Hayya gong xi- gong xi......
Lebalan Cina ini gimana kalo kita ke Alung Jelam Cibelang aja hayya....

Abis pelatihan SCUBA dengan BLKI kita ngapain ni Om, gitu kata Arif sehabis latihan di kolam KCC sabtu lalu.

Kita perlu agendakan evaluasi dan plan kegiatan tahun depan inis sih. So cari cari tempat buat musyawaroh dan ngumpul ngumpul.

Saya jadi inget ajakan teman kantor pak Roos dan Rio untuk bareng Maya dan mau ajak P. Gatot ke Arung Jeram Ciberang di Rangkas Bitung, rencana semula hari Senin mintanya pas New Year China, 26 Jan.
Wah dengan cuaca ujan gini riam yang akan diarungi classnya bisa di level IV, karena water level bisa diatas 110cm.

Hari Minggu 25 Jan nya saya seperti biasa harus berada di kota Pandeglang, kota yang hanya berjarak 16km dari kota RangkasBitung, menjalankan rutinitas gowes putar putar kampung, saya siapkan sepeda buat coba coba survey aja ke Ciberang Ragkas, tapi sepeda di gendong dulu di mobil, abis katanya dari rangkas itu ke Arung Jeramnya masih beberapa km. Nah jalur itu yang saya incar buat gowes.

Pandeglang ke Rangkas ditempuh mobil 20mnt. Ah coba tanya tanya di kota Rangkas Pasir Ona tempat sesepuh CAI (P Haji Duki) bermarkas.
,dimana tempat arung jeram? gak ada yang tahu dimana Arung Jeram berada. Coba telp teman yang pernah kesana, saya diarahkan drive ke arah Sajira Cipanas. Koq jalan udah satu jam tanya lagi tanya lagi belum ada yang tahu, coba tanya Ciberang? Wah mas itu masih 1,5 jam lagi dari sini!! Walah....

Sambil mikir mikir, saya mampir di kampung yang agak rame. Kebetulan udah laper, asisten pribadi tercinta sudah lapar, kita makan dulu. Tapi saya lihat jalan kampung itu ih manggil mangil.... kaya'nya oce banget kalo saya telusuri pake sepeda.
He he coba ah, sambil nunggu yang makan All Mountain saya turun ke kampung bawah..... lumayan jalan makadam dan perosotan tanahnya. Belepotan dikit....

Kami sepakat setelah kenyang kita jalan terus menuju Sajira dan Cipanas.
1,5jam akhirnya sampai di Cipanas, sempat ketemu (nyalip) rombongan sepeda XC (cross country) sekitar 30an goweser. Wuih ternyata rombongan dari Serang, 6jam sudah gowes, ada rekan rekan PPC dan HSM Krakatau Steel. Ini spesies goweser yang berbeda (kata istri saya) tapi punya kesamaan yaitu gak betah di kandang...

Di Cipanas tanya tanya lagi dimana Ciberang, ditunjukan arah detail dan 2km lagi kami jalan menemukan spanduk SELAMAT DATANg WISATA ARUNG JERAM CIBERANG, terus ada tanda panah lagi tertulis 10KM lagi...
Walah.... ini petunjuk bikin snewen! Kata tukang pulsa (sempat isi pulsa- jauh dari Setyo- tukang pulsa langganan kantor) katanya jalur 10km ityu lumayan nanjak! KOndisi ujan gini harus ati ati jurangnya katanya lumayan dalam....

Udang tangung, kepalang gelo, tancap gas nanjak! Dasar!!! ini jalur bukan cuman nanjak dan licin! Juga berkabut tebal dimana mana!!! Check GPS map sih kami sudah di pegunungan Gn Halimun, artinya kabut...pantas saja.

10km lewat tanjakan dan turunan meliuk liuk jalan bolong bolong (digeber bahaya,terpaksa di keureuyeuh).
Perjalanan penuh deraan berakhir juga di kampung Ciberang. Ada spanduk besar Selamat Datang bla bla.....

"Ah.. akhirya dadang juga! Gimana dijalan pak? Silahkan silahkan..." sambut Agus, operasional manager nya. Lho tahu dari mana? Maaf bapak kenal saya?
"Bukan pak itu prosedur kami kalo ketemu tamu........"

"Hiks....kirain...?"
Ternyata pak Agus sebelumnya memang sudah di kontak P Iqbal, rekan EO dari Asahimas so dia sangat akrab dan membantu.

Saya ceritakan kalau saya hari ini hanya survey....dan cari info buat rafting besok.
Pak Agus ajak saya jalan jalan lihat start point di sungai ciBerang, waw... levelnya sudah di posisi 120cm.
Perjalanan ada yang 4km, 8km dan 12km. Semua ratenya sama 175rb / pax. Dapat lunch box, mobil jemputan dari Cipanas (finish point), dan minimal 5pax per rafting boat. Finish di Cipanas yang memiliki pemandian asli air panassss, arghhh serasa dipijat pastinya.

Dia juga bilang punya jalur sepeda XC dan extreem down hill, juga treking mendaki ke halimun, atau yang deket di air terjun juga ada. (Tar dulu... ada air terjun??) katanya deket tuh... sambil nunjuk pake dagu yang berjenggot nya itu.

Dia juga mengajak kami melihat pondokan dan gazebo yang bisa dipake bermalam. Airnya besar dan banyak.

Saya rasa info awal sih cukup deh, mungkin kami akan balik lagi besok!
Eh.. tar dulu!!!! mungkin gak besok deh. (Saya pikir pikir teman teman bakalan sengsara dan rugi kalo hanya 1 / oneday trip),

Saya pamitan karena sudah jam 17.00 dan saya gak balik dulu, saya coba nanjak lagi ke pedalaman berharap bisa liat air terjunnya. He he he rupanya kebiasaan orang desa kalo nunjuk lokasi gak pake km yang pasti. Pak Agus nunjuk dengan jenggotnya itu ternyata 3km saya nanjak belum nyampe juga itu air terjun. Belum lagi jalannya harus melalui jembatan besi namun beralas gelondongan kayu yang licin. Waduhhh saya harus putar balik akhirnya, menunda hasrat karena kalo jalan terus pasti sampainya lewat magrib dan membayangkan 3 jembatan yang saya lalui tadi harus dilewati dengan hari gelap dan berkabut tebal.

Saya berharap teman teman CAI bisa plan untuk LDK generasi penerusnya disini. Lumayan murah dan costumize Kita bisa share di pondokan atau di gazebo, rafting dan jalan menyusuri pundak gunung halimun, menikmati serta mensyukuri suguhan kemewahan alam dari Maha Pencipta kita.

Gowes to Pandeglang

Atas inisiatif Ade Achil dari ADI USAHA dengan Indonesia Power Cycling Club, gagasan Trip Goes To Pandeglang pun ditindak lanjuti CAI. Minggu pagi 18 Januari 2009, sebanyak 40 sepeda diangkut pick up dan rack mobil mobil untuk melakukan start dari area parker Kolam Renang Cikole.
Kehadiran rombongan tim sepeda ini menarik perhatian komunitas MTBiker Pandeglang yang kebetulan sedang pemanasan di alun alun dan say hello, akhirnya sepakat 10 biker Pandeglang diundang joint.
Jalur yang dilalui masih seputar kota / keliling Pandeglang, tidak jauh jauh amat sih dari pusat kota, hanya karena Pandeglang memiliki kota yang masih asri dan jalan yang dilalui masih kondisi perawan membuat biker sangat berkesan.
Pemandangan hamparan sawah yang hijau, kolam kolam ikan, hutan hutan lebat hingga pemandangan belakang dapur penduduk dilalui melewati jalan tanjakan, turunan hingga perosotan yang berkarakter aspal, jalan batu makadam dan tanah licin. Bahkan terpaksa goeser ikhlas menuntun sepeda melalui perosotan tajam menyeberangi jembatan tradisional.

Tidak lupa photo season jadi agenda faforit peserta. Keramahan penduduk dan kerumunan anak anak diperjalanan menambah hangatnya suasana perjalanan. Dedi goeser senior dari ISSI Pengda Banten yang sengaja hadir sangat antusias untuk kembali ke route Pandegalang ini. Selain ingin bersilaturahim dengan komunitas MTBiker di Pandeglang yang relative baru ini, juga berharap dapat segera membentuk Pengcab ISSI sehingga bisa membina prestasi para peminat muda. Aktifitas olah raga ini juga bisa memasarkan komoditas wisata Pandeglang yang sangat potensi.

Rest point di puncak Juhut sangat suprised, juice jambu dan kue tradisional khas Pandeglang seperti jojorong, pasung dan kikiping sangat nendang dan cepat memulihkan energy yang hilang. Umpatan sumpah serapah peserta yang nyaris keluar karena deraan tanjakan Juhut dibungkam oleh iringan lagu dari pekerja seni / pengamen lokal yang sengaja didatangkan ke Juhut ini. Waduuh..... syahdunya petikan cukulele dan dentuman bas tam tam karet paralon Kodir Band sempat membuat goeser lupa dimana mereka berada!

Perjalanan diakhiri etape terakhir dengan menyusuri turunan berkarakter jalan batuan makadam dan jalan setapak tanah kebun penduduk. Waduh...turunan dengan jejak alur air di tanah kebun ini memaksa goeser mengeluarkan energy lagi. Habis sudah ebergy yang baru saja terkumpul..Beberapa peserta ada yang terpaksa bermain perosotan. Tapi semua kedahsyatan ini berakhir di sasak bambu, yaitu jembatan tradisional terbuat dari ikatan bambu yang menyambungkan jalan ke jurang seberang. Wah.. ini petualangan wild abiz!!! Teriak peserta sambil tidak lupa sibuk minta di foto.

Tepat jam 12.00 semua peserta finished di Pondok Nara, alhamdulillah semua selamat dan happy. Bersyukur atas Maha Pencipta Alam yang memberikan pengalaman hari ini dengan berkah keselamatan dan pemandangan indah tak terlupakan. Peserta langsung bersujud di Masjid Attaubah Pamagersari, melaksanakan sholat dzuhur dan ditutup dengan santap siang. Wah nasi timbel komplet dengan ikan mas pesmol bikin penyakit mata kumat (nguantuk) untuk itu segera dikeluarkan menu cuci mulut yang tidak kalah dahsyat, DUREN!! ini menjadi menu penutup yang mengantar goeser untuk segera pamitan karena khawatir dengan efek sampingnya yang luar biasa. Tepar!!!

Panitia penyelenggara dari CAI BANTEN dan Pondok Nara mengucapkan Terimakasih banyak kepada Adi Usaha , Indonesia Power Cycling Club, ISSI Pengda Banten serta Cilegon Cycling Club, BPOS KS Cabang Sepeda yang suport acara sukses ini. Sampai ketemu lagi next Goes To Pandeglang II ya? Masih banyak jalur dahsyat menanti anda di Pandeglang.

Kembali ke jati diri! Atau punah…..

SUATU BANGSA APABILA KEHILANGAN JATI DIRINYA, MAKA BANGSA TERSEBUT TIDAK AKAN MAMPU BERTAHAN HIDUP BAHKAN AKAN PUNAH. (BUNG KARNO)
CAI Diving Club memiliki agenda tahunan yaitu melakukan pengibaran bendera dasar laut. Dilakukan dalam rangka memperingati Detik Detik Proklamasi Kemerdekaan RI. Tidak terasa acara tahun ini dilakukan yang ke V (lima). Setiap kegiatan pengibaran bendera disertai kegiatan bakti sosial. Pada tahun ini bekerjasama dengan BPOS KS Cabang Selam berbagi pengalaman edukasi tentang keterampilan olehraga snorkel dalam rangka meningkatkan semangat membangun bangsa di perairan Tanjung Lesung Banten. Pesertanya adalah pelajar dan mahasiswa.
Pada acara puncaknya dilakukan upacara pengibaran bendera Merah Putih di dasar laut oleh 24 penyelam dari berbagai komunitas selam (KS, CAI, PCM, LANAL dan Dit POLAIR POLDA BANTEN) dan para tamu Tanjung Lesung Resort. Seperti lazimnya upacara bendera di darat, upacara didasar laut ini berlangsung khidmat. Setelah bendera berkibar didasar laut, peserta mengikuti urut urutan upacara dipermukaan laut. Inspektur Upacara adalah I Made Sudiantara dari Krakatau Steel Diving Club, Komandan upacara Sdr. Indra dari TNI AL, Komandan Pasukan AKP Hendri dari Dit POLAIR POLDA BANTEN dan pengibar benderanya adalah Febri atlit selam Bapor. Pembina klub selam Cinta Alam Indonesia, H Achmad Basyarie, membacakan do’a bagi bangsa ini di upacara bawah laut dengan gaya diving nya
Selain membuncahkan semangat dari dada para diver, upacara pengibaran bendera kali ini, karena saking khidmatnya, Irup dan beberapa diver tidak kuasa menahan haru setelah Merah putih berkibar para penyelam bersama sama menyanyikan Indonesia Raya dengan lantang dipermukaan laut. Bahkan Dewi, presenter Trans TV yang turut meliput dan jadi peserta upacara menyampaikan kesan yang sama. "Koq sekian kali saya mengikuti upacara tidak pernah seharu ini, patriotik banget", katanya. Trans TV melakukan wawancara dan liputan kegiatan lain sejak sebelum hingga setelah upacara dilaksanakan.
" Bangsa Indonesia dikodratkan sebagai bangsa bahari, hidup di negara kepulauan, 2/3 bagian negara kita adalah laut, kita tidak bisa berhasil meniru bangsa daratan seperti Amerika, Cina, Eropa dalam membangun bangsanya, tetapi harus meniru nenek moyang kita sendiri, lihat kerajaan Sriwijaya dan Majapahit yang berjaya jaman dulu karena misi visi kelautannya yang berhasil menyatukan bukan hanya Nusantara, tapi hamper sebagian besar Asia Tenggara. Mari kembali ke jati diri bangsa yang sebenarnya yaitu sebagai bangsa bahari”. Demikian sebagian kutipan dari amanat Irup I Made Sudiantara.
Peserta sangat terkesan dengan pemandangan bawah laut ketika para diver dipersilahkan mengikuti fun dive di jalur taman laut yang disiapkan Adit, ketua panitia kegiatan. Menurut hasil identifikasi para penyelam CAI DC, ada lebih dari 30 spesies karang yang hidup di perairan ini. Mari kita jaga agar dapat lestari dan menjadi sumber kehidupan rakyat secara lestari sampai anak cucu kita, semoga.

Cinta Alam Indonesia Diving Club PROJECT AWARE

Aksi Lingkungan Para Penyelam Bersama Pramuka Dalam Rangka Peringatan Hari Bumi

Krakatau Steel Diving Club dan Cinta Alam Indonesia Diving Club bekerjasama dengan Persatuan Olah Raga Selam Seluruh Indonesia (POSSI) Pengprov Banten dan klub klub selam serta pemerhati lingkungan lainnya melakukan aksi lingkungan. Acara berupa pelatihan tingkat dini untuk membangun kesadartahuan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan dimana sebagaian besar sumber dayanya berada dilaut.

Acara yang dilaksanakan pada 19 April 2008 sejak 09.00 – 17.00 di Gedung BAPOR PT KS ini bertujuan mengingatkan kepada peserta bahwa bangsa Indonesia pernah besar karena memiliki visi kelautannya. Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit menguasai Nusantara sampai ke bagian Malaysia, Thailand dan Filipina karena visi pembangunan dan pertahanan lautnya yang kuat. Demikian juga dengan bangsa bangsa penjajah yang berhasil menaklukan kita dahulu karena kekuatan armada lautnya. ”Apabila kita tidak mengenal laut dan pesisir kita dengan baik, maka visi dan misi pembangunan bangsa ini selalu konvensional. Untuk itu kami perlu mengenalkan dan membangun kesadar tahuan tentang potensi maritim kepada anak anak sejak dini.” Muchsin Ali ketua peringatan Hari Bumi ini menyampaikan.

Materi disampaikan berupa pengenalan ekosistem pesisir (Mangrove lamun dan terumbu karang) dalam bentuk slide show, menyanyi bersama dan pemutaran film lingkungan. Setelah itu para peserta usia 7-12 tahun yang berjumlah 50 orang ini mengekspresikan wawasannya dengan melukis poster bersama sepanjang 6 meter dan melukis tempat tempat sampah.

”Kenapa negara Jepang atau Singapura yang potensi lautnya sedikit tetapi bisa kaya dari lautnya dibanding Indonesia? Lihat saja sejak sekolah, anak anak disana dikenalkan dengan kegiatan olahraga bahari, cinta dengan lautnya, mereka berseragam sekolah seperti angkatan laut. Selain itu kegiatan menyelam dan berlayar sangat populer, sehingga mereka memperlakukan laut yang menjadi sumberdaya alamnya selalu lestari” Suhendro, Pembina dari Gudep Walisongo menjelaskan kepada peserta.

Para penyelam dari KS dan CAI Diving Club rutin melaksanakan kegiatan baksos seperti ini. Kegiatan ini teregister di jejaring internasional ICRAN, IYOR2008 dan DIVE IN PROJECT AWARE. Peringatan hari bumi serentak dilakukan diseluruh dunia, kami para penyelam selalu ambil bagian acara Dive In To Earth Day sejak tahun 2004.
Selain Baksos berupa edukasi para penyelam ini berencana akan melakukan Monitoring Terumbukarang dan memasang instalasi mooring buoy di area penyelaman Legon Cabe Pulau Rakata pada tangal 23 dan 24 April. Yaitu upaya melindungi terumbu karang yang bernilai tinggi bagi produktivitas perikanan dan pariwisata Indonesia. Semoga bermanfaat!

When the phone call can wait……Tahun Baru China Tahun lalu

Setahun sudah perjalanan ke Krakatau, bertepatan dengan tahun baru Cina tahun 2009. Berbagi dengan teman teman BPOS-Krakatau Steel.
Deraan gelombang ditengah cuaca buruk tidak pernah menyurutkan semangat ingin kembali. Seandainya Alloh mengizinkan kami akan segera kembali memasang mooring buoy di Krakatau Reef.

PERJALANAN MENUJU KRAKATAU
Ketika undangan trip ke Krakatau sampai di HP saya (vis sms), saya langsung membayangkan anggota rombongan yang akan ikut dalam trip ini haruslah orang orang yang terbiasa dengan perjalanan laut yang agak agak ‘ekstrim’. Saat undangan ini diterimapun hujan dan angin sedang luar biasa kencang.
Ya, memang setiap awal tahun seperti bulan Pebruari seperti sekarang ini, kondisi Selat Sunda sedang bergelombang tinggi, ditambah angin yang akhir akhir ini lebih kencang luar biasa dari tahun tahun sebelumnya.

Tapi lantas saya langsung percaya saja dengan Samsul, orang outdoor ini sudah tahu sebenarnya siapa saja yang ‘bisa diajak’ dalam trip ini.

7 Pebruari 2008, jam 05.00 setelah sholat subuh, saya dan seluruh peralatan yang sudah naik di rack roof mobil sejak semalam, bergerak menjemput orang orang yang di pesan Samsul untuk saya jemput. Dalam daftar jemputan ada Sugeng Pratondo (pengurus BPOSKS dan terdaftar di beberapa cabang olah raga outdoor), Gianto dan Samsul sendiri (kedua orang ini pengurus dari olehraga Layar) . Semua peserta berkumpul dari Gd Bapor Cilegon. Hmm… Pak Kuswanto (Ketum BPOSKS juga maniak outdoor), I Made (Instruktur Diving) dan Heri (Anggota Karpala) sudah hadir lebih dulu. Rasanya jadi mantap dan lega ketemu teman teman ini. Jadi ada perasaan menggebu gatal seperti saat kecil dulu ingin buru buru berangkat.
”Tit tit....”sms Sugeng dan Samsul berbunyi, ”Tiga orang teman kita mundur.........” kata Samsul sambil melihat langit pagi itu yang tidak kunjung terang. Ya..memang mendung dan angin dari semalam masih berada di atas Cilegon dan sekitarnya.

Rombongan pada akhirnya bergerak dengan 2 mobil menuju Pantai Bandulu, tempat kami akan embarkasi. Dalam hati saya berharap hujan segera turun saja agar tekanan udara segera netral dan angin biasanya mereda, tapi ½ jam perjalanan dilalui, langit malah berubah sebagian jadi agak cerah dan diarah tujuan awan tebal makin pekat dan dampaknya angin makin menjadi jadi dan gelombang laut semakin beriak putih.

Empat orang crew perjalanan sudah menunggu dan kami segera siap siap loading peralatan dan bekal ke Boat. Pekerjaan mudah ini menjadi repot karena boat tidak bisa merapat dan harus mencari muara terdekat. Lumayan, jalan dulu 500meter dengan beban penuh. Logistik, peralatan peralatan semuanya diangkut naik. Beban yang dibawa memang lumayan banyak, terutama peralatan outdoor. Selain mendaki dan menginap kami berencana akan melakukan penyelaman untuk identifikasi dan pemotretan bawah laut untuk monitoring ekosisitem terumbu karang.

Tepat 08.00 speed boat akhirnya bergerak. Sebelumnya pesan pesan terakhir kepada keluarga sudah dikirim via sms karena sesaat lagi kami akan kehilangan signal dan selain itu HP harus segera masuk plastik dan aqua pack. Ombak segera menyambut speed boat panjang 6 meter ini dengan ’meriah’. Tamparan ombak dilambung kanan kapal sebagian masuk membasahi kami. Tidak tanggung tanggung, Gianto sempat kemasukan air ditelinganya. ”Ha ha kaya renang aja...” katanya sambil memiringkan kepalanya berusaha menormalkan pendengarannya. Di GPS terbaca kecepatan 25km/jam. ”Ah... masa sih? ” Sugeng tidak percaya ketika saya informasikan posisi dan kecepatan boat saat itu. Memang boat meraung sangat kencang dan seluruh baju kami sudah basah kuyup oleh gelombang dan ombak. Tapi memang speed boat dengan motor 2x60HP dengan kondisi gelombang 4meter dan angin dari depan sudah lumayan kerja keras. ”Tenang pak, gelombang ini biasanya hanya diperairan pantai saja, nanti ditengah......TAMBAH BESAR!!” Gianto berteriak disela sela raungan mesin, sesaat Sugeng mendelik, dan ternyata memang bukan bercanda, ditengah ombak makin meninggi dan sudah mulai pecah karena angin pun makin menyerbu. Ha ha.. saya segera melihat raut muka semua teman yang mulai fokus mengamankan ’mual’ nya. Untuk atlit layar seperti Gianto dan Samsul, angin kencang seperti ini memang dambaannya, saya bersama Gianto dan Samsul pernah menemani Pak Pohan (Direktur Produksi PT KS sekarang) menyebrangi Selat Sunda dengan angin lebih kencang dari ini menuju ke Pulau Sanghiang, bahkan tidak menggunakan speed boat seperti sekarang ini, kami hanya menggunakan papan selancar angin dan Pak Pohan menggunakan hobby cat, sejenis perahu layar yang terdiri dari 2 cadik. Saat itu tahun 1993.
Olah raga laut bagi kami memiliki panggilan yang kuat. Laut hanya menjadi seram apabila ada yang salah dengan kami, misalnya sedang merasa banyak dosa atau melanggar perintahNya, kira kira intinya mungkin yang ditakuti sebaiknya adalah Pencipta Laut, bukan lautnya, he he he... Syukur pada Nya yang telah memberikan kesempatan ini pada kami.

Perjalanan ini sudah direncanakan sejak lama, tertunda beberapa kali karena status gunung Anak Krakatau yang masih Siaga dan terlarang untuk didaki. Peserta terdaftar sempat diganti beberapa kali. Trip ini merupakan realisasi program kegiatan 2008 bersama dari beberapa cabang olahraga BPOS-KS. Cabang cabang oleh raga yang memiliki program sama kali ini adalah KARPALA, SELAM dan LAYAR. Bentuk kegiatan yang akan dilakukan selain under water survey adalah Beach Clean Up dan Reef Clean Up. Yaitu gerakan pembersihan pantai dan gerakan pembersihan bawah laut serta monitoring ekosisitem terumbu karang. Kegiatan ini rutin diadakan Cabang Olah Raga Selam namun tempatnya berpindah pindah. Selain berolahraga kegiatan ini bermanfaat bagi lingkungan. Data hasil monitoring merupakan informasi yang dibutuhkan oleh pemantau terumbu karang seluruh dunia dan data di update di web site. Laju kerusakan terumbu karang yang saat ini diwaspadai International Coral Reef Alliance, salah satu aliansi pemerhati lingkungan dunia adalah coral bleaching, yaitu pemucatan warna pada terumbu karang dan akhirnya berujung kematian. Salah satunya penyebabnya adalah peningkatan suhu air laut karena pemanasan global / global warming. Karena keberadaannya dibawah laut, banyak orang tidak mengetahui dampak serius akibat kematian terumbu karang. Oksigen yang digunakan penghuni planet ini untuk bernafas sebenarnya dihasilkan dari ekosistem ini selama 24 jam dalam satu hari. Berbeda dengan hutan hujan yang menghasilkan oksigen hanya 12 jam sehari, karena setelah proses fotosintesa disiang hari, tumbuhan hutan hujan menyerap kembali oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Jadi selain menjaga kelangsungan produktifitas perikanan, ekosisitem terumbu karang sangat bermanfaat langsung bagi kehidupan manusia.

Setelah satu jam perjalanan meliuk liuk menghindari gelombang yang pecah seakan hampir mengubur speed boat kami, Gunung Krakatau akhirnya mulai remang remang tampak. Tetapi rasanya daratannya tidak kunjung dekat.Akhirnya tepat pada jam 10.00 speed boat memasuki perairan kepulauan Krakatau. Perjalanan total 2jam lebih. Suasana ombak sangat tenang tidak sebesar diperjalanan tadi dan speed boat pun melambat. Suasana menjadi lebih tenang...

Subhanalloh...!!.saya berbisik dalam hati. Gunung ini tampak gagah segagah cerita yang diberitakan di media masa. Disinari matahari, lereng gunung yang nyaris tidak berpohon ini tampak coklat keemasan, ada sedikit bekas lelehan lava dari puncaknya. Gunung bawah laut yang kini muncul dikelilingi Pulau Rakata (Sisa induk Krakatau yang meletus pada tahun 1883), Pulau Panjang dan Pulau Sertung. Diantara Anak Krakatau dan Rakata, muncul batu memecah riak ombak setinggi 1 meter. ” Dulu Gunung Anak Krakatau pun mulai terlihatnya seperti batu itu” guide kami menjelaskan.


PENDAKIAN GUNUNG ANAK KRAKATAU
Kami diizinkan merapat di Gunung Anak Krakatau, Speed Boat harus benar benar mepet ke pantai, karena 5 meter saja dari garis pantai, dasar pantai sudah tidak terinjak. ”Ops... !” saya sempat membuktikannya, Peringatan Pak Kuswanto untuk membungkus dan mengamankan peralatan elektronik sangat berguna, rupanya ini memang gunung ditengah laut, saat ini kami walaupun dipermukaan air tetapi masih berada dilerengnya yang curam.
Kami berencana hanya memanjat sampai batas yang aman saja. Pasir sangat hitam dihiasi batu batu kambang kami lalui. Sayang terganggu dengan pemandangan sampah kiriman dari laut, mungkin dari Lampung dan Jawa. Sampah terdiri dari sandal bekas, ember, sterofoam, plastik kemasan Mie Instan yang terkenal dari Sabang sampai Marauke (juga sampahnya tersebar dari Sabang sampai Merauke) semua bercampur dengan coral pantai. Berjalan kaki menyusuri sisa pepohonandan kemudian singgah di Pos yang tidak berpenghuni. Ada beberapa papan informasi yang menceritakan sejarah Gunung Krakatau, sangat informatif tapi sayang tidak terawat. Padahal kegiatan wisata di cagar alam ini bisa dikemas secara profesional, mulai dari jasa perjalanan, perbekalan, kegiatan memanjat, camping serta penjelajahan bawah lautnya yang menjadi icon international. Mungkinkah gaung pemerintah dalam program VISIT INDONESIA YEAR 2008 tidak sampai kesini?

Perjalanan dilanjutkan, matahari sudah mulai terasa panas, jalan semakin menanjak dan di lereng ini tidak ada pohon yang bisa digunakan berteduh. Sebenarnya kami tidak membawa perbekalan banyak, hanya minum dan makanan ringan serta camera, tetapi rasanya sangat berat pendakian ini, mungkin karena perjalanan laut tadi yang sudah banyak menyerap energi kami. Pendakian dilanjutkan dengan semakin hati hati karena lantai tanah dilereng ini mulai amblas ketika diinjak. Sebagain sepatu kami terbenam tanah pasir yang berasal dari lava yang sudah mengering.

Guide kami sering tiba tiba berhenti untuk melihat kepuncak gunung dan seolah berusaha fokus dan terdiam untuk mendengar sesuatu. ”Biasanya beberapa menit sekali ada letupan dan getarannya terasa disini”. Tapi sudah hampir satu jam kami tidak merasakan dan melihat letusan atau kepulan.

Pendakian akhirnya sampai pada batas lereng yang boleh didaki, ada menara pengawas yang sudah terkubur dan bunker berisi peralatan pemantauan milik Pengawas Vulkanologi serta elemen solar cell. Sepertinya masih berfungsi, kami tidak berani menyentuhnya karena memang ada larangannya untuk tidak di’ganggu’. Dibelakang kami, tampak pemandangan yang sangat indah, Pulau serta gunung di sekitar Anak Krakatau terlihat sangat jelas. Legenda dahsyat pada tahun 1883 terbayang dari sini. Gunung Rakata, Gunung Danan dan Gunung Perbuatan meledakan diri dan hancur, yang tersisi hanya belahan luar Gunung Rakata, caldera nya saat ini berada didasar laut. Tidak heran kalau sebagian material debunya bisa sampai ke daratan Eropa. Tanda tanda kekuasaan Sang Pencipta Alam yang luar biasa, ini mungkin yang disebut didalam kitab suci Al Qur’an : ”Ayat ayat Ku yang digelar di alam....”.

Pendakian berakhir, setelah puas melakukan pengambilan gambar kami kembali turun ke Pos dan segera bersiap kembali ke speed boat karena harus segera merapat di Legon Cabe, tempat kami akan mendirikan tenda. Tempat ini berada di Pulau Rakata dan cukup aman dari angin dan gelombang yang mungkin datang sore hari. Selain itu Legon Cabe adalah tempat menyelam terkenal kelas dunia yang cerita serta misteri keindahan bawah lautnya terdapat dibuku buku diving trip mancanegara (baca majalah ASIANDIVER VII/2005 dan AUTRAL-ASIA SCUBA DIVER V-2007).

Kami segera menyeberang ke Legon Cabe. Sepertinya ini memang tempat berkemah faforit. Banyak tertinggal bekas perapian dan bekas patok patok tenda. Lima tenda segera didirikan, seluruh logistik sudah diturunkan. Sebagian melakukan ibadah sholat dzuhur dan sebagain dari kami makan siang. Makanan yang dibawa Sugeng terasa sangat nikmat, padahal kalau dipikir pikir menu seperti ini biasa biasa saja, ”ha ha..inilah anugrah kemewahan alam terbuka” kata Pak Kuswanto. Suasana mewah yang sudah lama dilupakan banyak orang. Bisa dibayangkan ditempat ini kami aman dari polusi, bising kendaraan sampai panggilan telepon.

I beleave I can fly
Sore hari setelah sholat Ashar, kami melakukan penyelaman di Legon Cabe. Dive site ini luar biasa, selain jernih topografinya berkontur tebing curam (drop off). Penyelaman dibagi 2 group berdasarkan kualifikasi selam yang dimiliki. Group pertama hanya menyelam s/d maksimal 9 meter dan group kedua boleh deep diving. Menurut informasi, dasar legon cabe sangat dalam. Sebenarnya kami ingin sekali mengetahui berapa kedalaman dasar area ini tetapi kami akhirnya lebih memilih pada durasi penyelaman yang lama. Buat apa hanya mencapai dasar tetapi durasi penyelaman hanya sebentar, ”Ini dive spot dunia man...!” kata I Made. Saya dan I Made berdua sepakat menyusuri wall ini dikedalaman 20 meteran saja.

Visibilitas (kejernihan) sangat baik, pada sore gelap seperti ini jarak pandang bisa 8meteran. Kami turun bertahap sambil merasakan arus. Subhanalloh.... saya menyebutNYa lagi.(kali ini tidak dalam hati, jadinya bercampur dengan gelembung udara dari mouth piece) biarlah namaNYA menggema di sini. Sampai pada 23 meter, kami masih belum melihat dasarnya selain warna biru tua, warna penuh misteri.
Ribuan ikan ekor kuning (schooling) menyambut kami, disela sela soft coral dan macro alga. Ibarat kami berteduh dibawah pohon beringin yang besar dan lebat, ikan ikan ini yang jadi daunnya. Wall ini memang lebih sedikit dipenuhi hard coral. Ada sih beberapa massive coral (karang berbentuk bongkah batu) dan foliose (karang berbentuk piring). Hampir kesemuanya masih dalam kondisi baik. Ada beberapa cacing warna warni keluar dari massive coral, sempat saya foto beberapa, oo.. ada menyelip lion fish / lepu ayam, saya ingin close up tapi harus berhati hati, sedikit saja bulu indahnya menyentuh saya maka cerita ini akan lain jadinya. Bulunya yang beracun dan mematikan siapa saja yang menyentuhnya membuatnya pede dan aman berada disana, agak sulit jadinya identifikasi ikan ini apakah pterois antennata atau pterois radiata, saya putuskan untuk meninggalkannya saja. Penyelaman dilanjutkan dan tiba tiba seekor remora (ikan simbiotic mammal) menempel dipaha bergerak lincah berpindah ke tabung dan ke dada saya. Ikan ini adalah ikan yang sering menempel ditubuh ikan besar seperti hiu, manta bahkan paus. Ikan ini bekerja secara simbiosis membersihkan sisa kotoran dari ikan besar yang diikutinya namun meminta perlindungan dari pemangsa lain. Arghh..... Nakal! Emangnya saya berbau kotoran apa ya! Tapi lantas saya berpikir dengan ukuran panjangnya yang 35 cm, pasti ikan besar yang selama ini dia ikuti ukurannya bisa 10 – 20 kali lebih besar?OO....dimana kamu? Saya harus hati hati dan segera melakukan underwater signal ”waspada” ke I Made.

Mitra selam (Buddy) saya memberi isyarat ingin diambilkan photo setelah dia melihat sea fan berwarna biru dan hijau. Ukurannya besar dari yang pernah saya lihat di kepulauan Karimun Jawa . Kami menyapa pipe fish, moorish, angel fish dan plataks besar.

Plataks (plataxpinnatus) ukuran seperti ini (35cm) terakhir kami temui di lepas pantai Indramayu. Di Pulau Tempurung sempat juga ditemukan tapi ukurannya lebih kecil dan masih berwarna loreng coklat. Setelah dewasa, ikan ini memang berubah warna. Selain itu ada clown fish (ikan nemo/ badut) namun spesies ini adalah amphiprion akallopisos, jadinya semakin sulit melihatnya saat berkamuflase dengan anemonnya.
Ha ha... menyusuri tebing terjal kali ini lebih mudah dibanding menanjak di Anak Krakatau tadi. Kami merasa seperti burung yang terbang diair menjelajah tubir terjal menikmati pemandangan dan menyapa penghuninya.


I beleave I can fly.......

Tidak terasa maximum bottom time sudah sedikit kami lewati, kami harus disiplin dan segera naik perlahan melakukan deco stop (bernafas di kedalaman tertentu untuk membuang sisa nitrogen di tubuh akibat menyelam melampaui batas waktu pada kedalaman tertentu). Sambil tidak henti menyebut namaNYa dalam hati saya terus melakukan pemotretan apa saja yang terlihat sambil decostop. Namun ada pemandangan yang membuat hati ini miris, dikedalaman 6 meter ada hamparan karang cabang acropora yang rusak, setelah saya teliti kerusakan ini disebabkan oleh jangkar kapal. Bisa dibayangkan apabila setiap kapal buang jangkar dengan cara sembarangan maka keindahan terumbu karang ini tinggal cerita. Pertumbuhan karang keras sangat lambat, 1 tahun hanya 1cm! Jadi terumbu karang indah ini adalah ciptaan alam berjuta juta tahun lalu. Perlu dibuatkan mooring buoy (tambatan kapal permenen) untuk memudahkan semua kapal yang mampir disini.

Menjelang permukaan (3 meter) sempat pandangan saya seperti buram, tidak jernih, ternyata setelah saya cermati tepat didepan saya terdapat ribuan atau mungkin jutaan bayi bayi ikan yang sangat kecil. Terumbu karang ini memang tempat berkembang biaknya ikan, bayangkan saja 1km2 terumbu karang sehat mampu menghasilkan 30ton ikan pertahun. Sebenarnya cukup untuk memberikan 600 orang. Tapi kenapa negeri ini masih saja belum makmur? Saya bergumam ”Lautan ini milikMU ya Allah, dengan cara yang luar biasa unik, tangan tangan mu memelihara kelangsungan ekosisitem ini agar senantiasa dapat kami ambil manfaatnya tapi...Maafkan sebagaian dari kami yang masih selalu salah dan tidak bijaksana dalam memanfaatkan nikmatMu ini”.

Setelah deco stop selesai kami bergabung dengan group pertama yang melakukan penyelaman dangkal. Legon cabe dibagian tepi memiliki hamparan dangkal sekitar 2-3 meter sepanjang 30 meter garis pantai. Kami menemukan tali, sampah plastik, karung plastik serta sisa jaring rusak menempel dikarang karang cabang. Diarea ini kami berencana melakukan reef clean up esok hari. Laut dipermukaan sangat tenang, namun speed boat segera meminta kami segera naik cepat. Rupanya crew speed boat sudah gatal ingin menurunkan pancing ”rawe” nya setelah melihat schooling ikan disekitar boat namun mereka tidak berani menurunkan pancing selama penyelam berada dibawah.

Sambil bergerak kearah pulang, pancing diturunkan dan benar saja tidak lama ditarik kembali menangkap 8 ikan sekaligus. Kami hanya menangkap 16 ikan saja karena kami rasa cukup untuk makan malam nanti, sisanya kami lepaskan.

MALAM SERU LEGON CABE
Kembali ke base camp, kami melihat sudah ada 4 perahu lain termasuk satu speed boat mewah. Kelihatannya semuanya kapal kapal ini berlindung dan mungkin bermalam disini. Langit semakin gelap dan angin kelihatannya mulai bertiup semakin kencang lagi.
Beberapa rombongan ini terlihat melakukan persiapan. Kami menghampiri dan berkenalan. Ada nelayan dari Kalianda, nelayan Lampung dan yang berkapal mewah adalah rombongan turis expatriat dari KOREA. Rombongan terakhir ini yang membawa perlengkapan outdoor mewah. Namun sayang perlatannya tidak sesuai dengan kondisi alam saat ini. Tenda untuk barbeque yang mereka bawa terlalu tinggi dan terbuka. Kami sarankan untuk bergabung dengan kami karena sangat rawan terbang ditiup angin.
Guide kami membantu menyiapkan makan malam, ikan ikan yang baru kami tangkap disiapkan untuk dibakar bersamaan dengan matangnya nasi. Nikmatnya ikan bakar yang disantap dengan sambal colek yang dibuat ABK tidak akan kami lupakan. ”Uenaaak..., suasananya yang mahal” lagi lagi kata pak Kuswanto. Rupanya sejenak terisolasi dari sms dan panggilan hp membuatnya senang.
Kami membawa 3 botol besar air mineral, namun untuk keperluan cuci piring sampai dengan MCK kami manfaatkan air laut. Untuk berjalan jalan menyusuri pantai disini tidak perlu repot repot membawa sandal, disini berserakan sandal sandal mulai ukuran anak kecil hingga dewasa bahkan kami menemukan sandal gunung merk terkenal. Hanya saja untuk kiri dan kanan berwana lain kadang ukuran beda dikit, lumayan kami semua bisa bersandal.

Angin terasa semakin kuat, tiba tiba ”brak!!” dari arah belakang kami beberapa pohon tumbang dan debunya terbang terbawa angin. Kemudian di selat kami melihat sesuatu yang berwarna putih, rupanya air laut terangkat sekitar 15meter oleh angin puting beliung. Tenda tenda segera kami selamatkan karena nyaris saja ikut terbang. Bahkan milik Pak Kuswanto sudah miring doyong kiri kanan tetapi karena tenda ini berkualitas baik, posisinya kembali seperti semula tanpa mengalami patah tulang (frame).

Malam harinya hujan turut memeriahkan acara. Kami berkumpul di perapian menghangatkan badan dan mengeringkan pakaian basah. Orang orang Korea ini berprofesi sebagai exportir ikan dari Indonesia. Mereka baru satu tahun tinggal di Jakarta. Berlibur ke Anyer, Ujung Kulon dan Krakatau sering mereka lakukan bersama sama dengan teman sekantor dan keluarganya. Melihat jadwal wisatanya yang mewah, sepertinya bisnis mereka lancar di Indonesia.
Kemudian ada kapal nelayan lagi merapat. Katanya dari Way Muli, Lampung dan menceritakan baru saja menolong temannya yang sore tadi kehilangan kapal beserta seluruh isinya. ”Kapal kami terbalik di Selat Rakata situ” ceritanya lirih. Para ABK hanya sempat menyelamatkan diri sebisanya berenang kemudian ditolong oleh nelayan yang menemukan mereka dan membawanya berlindung di Legon Cabe ini.
Berbincang dan berbagi pengalaman dengan nelayan nelayan ini sangat menginspirasi. Pengalaman dan keberaniannya mengarungi lautan luar biasa. Semuanya itu dilakukannya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sangat ironis ceritanya dibanding dengan orang Korea yang profesinya dan komoditasnya usahanya sama sama dari perikanan laut Indonesia. Tetapi yang satu beruntung dan satu lagi kurang beruntung bahkan nyaris buntung. Globalisasi memang berdampak merugikan bagi pihak pihak yang tidak siap.

Malam makin larut akhirnya kami masuk ke tenda untuk beristirahat. Namun kembali dikejutkan oleh teriakan minta tolong. Rupanya speed boat milik rombongan Korea terhempas ke darat dan posisinya miring nyaris terbalik. Serentak kami berlari menahan sebisanya. Memanfaatkan gelombang yang makin besar akhirnya posisi bisa diselamatkan dan kemudian disarankan kapal bersandar lebih ketengah agar lebih aman.

Kami harus mengeringkan badan sebelum kembali ke tenda dan syukur bisa lelap sampai subuh.

BEACH & REEF CLEAN UP
Pagi hari kami lakukan kegiatan sesuai rencana. Saya dan I Made melakukan reef clean up, snorkling memunguti sampah yang merusak terumbu karang di bawah laut. Sedangkan tim lain membersihkan sampah digaris pantai. Setelah dikumpulkan kami menghitung, rasanya tidak mungkin membawa sampah sebanyak ini ke kapal. Akhirnya sebagian terpaksa kami bakar dan sebagian lagi kami bawa.

Setelah itu kami berkemas untuk pulang dan segera meninggalkan pulau. Kepulauan yang menyimpan sejarah dan keindahan luar biasa. Mudah mudahan kunjungan ini bermanfaat. Setiap pulau atau tempat yang kami kunjungi selalu memberikan kesan luar biasa, dari pengalaman pengalaman ini kami senantiasa belajar dan berbagi tentang kehidupan.




We didn’t take anything but picture
We didn’t spend anything but time
We didn’t leave anything but step………

Wellcome in underwater world

The boat dancing across the ocean swells. The warmth of the golden sun as it beats down upon my face and shoulders. Aluminum tanks clanging together as the waves caress the boat. I can feel the excitement of the people around me, just as I feel my own. The fresh smell of the ocean as it whispers through the breeze coming across the bow of the boat.
The boat slows to a crawl as we approach the mooring ball marking the dive site. The dive crew readies the boat. People begin to stir, defogging masks, sipping water, pulling up their wetsuits, giving their cameras a last check, examining their own gear as well as their buddies'.
The Dive Master gathers all divers and offers his well-rehearsed dive briefing. Our maximum depth. Our maximum time. What to look for and where to look. What, if anything, to avoid. Will we see sharks today? How about whales? Dolphins? Giant manta rays? Maybe a few giant moray eels? Seahorses? Turtles? Honestly, it doesn't matter to me what I see...
What matters most is how I feel when I'm in this foreign environment -- underwater. The sights, the sounds, the colors, the shapes, the feeling of weightlessness. After all, this is as close to being in outer space as most of us will ever experience. The true feeling of freedom. And, ah, the silence!
(by Carol Cotton Walker)