Rabu, 28 Januari 2009

When the phone call can wait……Tahun Baru China Tahun lalu

Setahun sudah perjalanan ke Krakatau, bertepatan dengan tahun baru Cina tahun 2009. Berbagi dengan teman teman BPOS-Krakatau Steel.
Deraan gelombang ditengah cuaca buruk tidak pernah menyurutkan semangat ingin kembali. Seandainya Alloh mengizinkan kami akan segera kembali memasang mooring buoy di Krakatau Reef.

PERJALANAN MENUJU KRAKATAU
Ketika undangan trip ke Krakatau sampai di HP saya (vis sms), saya langsung membayangkan anggota rombongan yang akan ikut dalam trip ini haruslah orang orang yang terbiasa dengan perjalanan laut yang agak agak ‘ekstrim’. Saat undangan ini diterimapun hujan dan angin sedang luar biasa kencang.
Ya, memang setiap awal tahun seperti bulan Pebruari seperti sekarang ini, kondisi Selat Sunda sedang bergelombang tinggi, ditambah angin yang akhir akhir ini lebih kencang luar biasa dari tahun tahun sebelumnya.

Tapi lantas saya langsung percaya saja dengan Samsul, orang outdoor ini sudah tahu sebenarnya siapa saja yang ‘bisa diajak’ dalam trip ini.

7 Pebruari 2008, jam 05.00 setelah sholat subuh, saya dan seluruh peralatan yang sudah naik di rack roof mobil sejak semalam, bergerak menjemput orang orang yang di pesan Samsul untuk saya jemput. Dalam daftar jemputan ada Sugeng Pratondo (pengurus BPOSKS dan terdaftar di beberapa cabang olah raga outdoor), Gianto dan Samsul sendiri (kedua orang ini pengurus dari olehraga Layar) . Semua peserta berkumpul dari Gd Bapor Cilegon. Hmm… Pak Kuswanto (Ketum BPOSKS juga maniak outdoor), I Made (Instruktur Diving) dan Heri (Anggota Karpala) sudah hadir lebih dulu. Rasanya jadi mantap dan lega ketemu teman teman ini. Jadi ada perasaan menggebu gatal seperti saat kecil dulu ingin buru buru berangkat.
”Tit tit....”sms Sugeng dan Samsul berbunyi, ”Tiga orang teman kita mundur.........” kata Samsul sambil melihat langit pagi itu yang tidak kunjung terang. Ya..memang mendung dan angin dari semalam masih berada di atas Cilegon dan sekitarnya.

Rombongan pada akhirnya bergerak dengan 2 mobil menuju Pantai Bandulu, tempat kami akan embarkasi. Dalam hati saya berharap hujan segera turun saja agar tekanan udara segera netral dan angin biasanya mereda, tapi ½ jam perjalanan dilalui, langit malah berubah sebagian jadi agak cerah dan diarah tujuan awan tebal makin pekat dan dampaknya angin makin menjadi jadi dan gelombang laut semakin beriak putih.

Empat orang crew perjalanan sudah menunggu dan kami segera siap siap loading peralatan dan bekal ke Boat. Pekerjaan mudah ini menjadi repot karena boat tidak bisa merapat dan harus mencari muara terdekat. Lumayan, jalan dulu 500meter dengan beban penuh. Logistik, peralatan peralatan semuanya diangkut naik. Beban yang dibawa memang lumayan banyak, terutama peralatan outdoor. Selain mendaki dan menginap kami berencana akan melakukan penyelaman untuk identifikasi dan pemotretan bawah laut untuk monitoring ekosisitem terumbu karang.

Tepat 08.00 speed boat akhirnya bergerak. Sebelumnya pesan pesan terakhir kepada keluarga sudah dikirim via sms karena sesaat lagi kami akan kehilangan signal dan selain itu HP harus segera masuk plastik dan aqua pack. Ombak segera menyambut speed boat panjang 6 meter ini dengan ’meriah’. Tamparan ombak dilambung kanan kapal sebagian masuk membasahi kami. Tidak tanggung tanggung, Gianto sempat kemasukan air ditelinganya. ”Ha ha kaya renang aja...” katanya sambil memiringkan kepalanya berusaha menormalkan pendengarannya. Di GPS terbaca kecepatan 25km/jam. ”Ah... masa sih? ” Sugeng tidak percaya ketika saya informasikan posisi dan kecepatan boat saat itu. Memang boat meraung sangat kencang dan seluruh baju kami sudah basah kuyup oleh gelombang dan ombak. Tapi memang speed boat dengan motor 2x60HP dengan kondisi gelombang 4meter dan angin dari depan sudah lumayan kerja keras. ”Tenang pak, gelombang ini biasanya hanya diperairan pantai saja, nanti ditengah......TAMBAH BESAR!!” Gianto berteriak disela sela raungan mesin, sesaat Sugeng mendelik, dan ternyata memang bukan bercanda, ditengah ombak makin meninggi dan sudah mulai pecah karena angin pun makin menyerbu. Ha ha.. saya segera melihat raut muka semua teman yang mulai fokus mengamankan ’mual’ nya. Untuk atlit layar seperti Gianto dan Samsul, angin kencang seperti ini memang dambaannya, saya bersama Gianto dan Samsul pernah menemani Pak Pohan (Direktur Produksi PT KS sekarang) menyebrangi Selat Sunda dengan angin lebih kencang dari ini menuju ke Pulau Sanghiang, bahkan tidak menggunakan speed boat seperti sekarang ini, kami hanya menggunakan papan selancar angin dan Pak Pohan menggunakan hobby cat, sejenis perahu layar yang terdiri dari 2 cadik. Saat itu tahun 1993.
Olah raga laut bagi kami memiliki panggilan yang kuat. Laut hanya menjadi seram apabila ada yang salah dengan kami, misalnya sedang merasa banyak dosa atau melanggar perintahNya, kira kira intinya mungkin yang ditakuti sebaiknya adalah Pencipta Laut, bukan lautnya, he he he... Syukur pada Nya yang telah memberikan kesempatan ini pada kami.

Perjalanan ini sudah direncanakan sejak lama, tertunda beberapa kali karena status gunung Anak Krakatau yang masih Siaga dan terlarang untuk didaki. Peserta terdaftar sempat diganti beberapa kali. Trip ini merupakan realisasi program kegiatan 2008 bersama dari beberapa cabang olahraga BPOS-KS. Cabang cabang oleh raga yang memiliki program sama kali ini adalah KARPALA, SELAM dan LAYAR. Bentuk kegiatan yang akan dilakukan selain under water survey adalah Beach Clean Up dan Reef Clean Up. Yaitu gerakan pembersihan pantai dan gerakan pembersihan bawah laut serta monitoring ekosisitem terumbu karang. Kegiatan ini rutin diadakan Cabang Olah Raga Selam namun tempatnya berpindah pindah. Selain berolahraga kegiatan ini bermanfaat bagi lingkungan. Data hasil monitoring merupakan informasi yang dibutuhkan oleh pemantau terumbu karang seluruh dunia dan data di update di web site. Laju kerusakan terumbu karang yang saat ini diwaspadai International Coral Reef Alliance, salah satu aliansi pemerhati lingkungan dunia adalah coral bleaching, yaitu pemucatan warna pada terumbu karang dan akhirnya berujung kematian. Salah satunya penyebabnya adalah peningkatan suhu air laut karena pemanasan global / global warming. Karena keberadaannya dibawah laut, banyak orang tidak mengetahui dampak serius akibat kematian terumbu karang. Oksigen yang digunakan penghuni planet ini untuk bernafas sebenarnya dihasilkan dari ekosistem ini selama 24 jam dalam satu hari. Berbeda dengan hutan hujan yang menghasilkan oksigen hanya 12 jam sehari, karena setelah proses fotosintesa disiang hari, tumbuhan hutan hujan menyerap kembali oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Jadi selain menjaga kelangsungan produktifitas perikanan, ekosisitem terumbu karang sangat bermanfaat langsung bagi kehidupan manusia.

Setelah satu jam perjalanan meliuk liuk menghindari gelombang yang pecah seakan hampir mengubur speed boat kami, Gunung Krakatau akhirnya mulai remang remang tampak. Tetapi rasanya daratannya tidak kunjung dekat.Akhirnya tepat pada jam 10.00 speed boat memasuki perairan kepulauan Krakatau. Perjalanan total 2jam lebih. Suasana ombak sangat tenang tidak sebesar diperjalanan tadi dan speed boat pun melambat. Suasana menjadi lebih tenang...

Subhanalloh...!!.saya berbisik dalam hati. Gunung ini tampak gagah segagah cerita yang diberitakan di media masa. Disinari matahari, lereng gunung yang nyaris tidak berpohon ini tampak coklat keemasan, ada sedikit bekas lelehan lava dari puncaknya. Gunung bawah laut yang kini muncul dikelilingi Pulau Rakata (Sisa induk Krakatau yang meletus pada tahun 1883), Pulau Panjang dan Pulau Sertung. Diantara Anak Krakatau dan Rakata, muncul batu memecah riak ombak setinggi 1 meter. ” Dulu Gunung Anak Krakatau pun mulai terlihatnya seperti batu itu” guide kami menjelaskan.


PENDAKIAN GUNUNG ANAK KRAKATAU
Kami diizinkan merapat di Gunung Anak Krakatau, Speed Boat harus benar benar mepet ke pantai, karena 5 meter saja dari garis pantai, dasar pantai sudah tidak terinjak. ”Ops... !” saya sempat membuktikannya, Peringatan Pak Kuswanto untuk membungkus dan mengamankan peralatan elektronik sangat berguna, rupanya ini memang gunung ditengah laut, saat ini kami walaupun dipermukaan air tetapi masih berada dilerengnya yang curam.
Kami berencana hanya memanjat sampai batas yang aman saja. Pasir sangat hitam dihiasi batu batu kambang kami lalui. Sayang terganggu dengan pemandangan sampah kiriman dari laut, mungkin dari Lampung dan Jawa. Sampah terdiri dari sandal bekas, ember, sterofoam, plastik kemasan Mie Instan yang terkenal dari Sabang sampai Marauke (juga sampahnya tersebar dari Sabang sampai Merauke) semua bercampur dengan coral pantai. Berjalan kaki menyusuri sisa pepohonandan kemudian singgah di Pos yang tidak berpenghuni. Ada beberapa papan informasi yang menceritakan sejarah Gunung Krakatau, sangat informatif tapi sayang tidak terawat. Padahal kegiatan wisata di cagar alam ini bisa dikemas secara profesional, mulai dari jasa perjalanan, perbekalan, kegiatan memanjat, camping serta penjelajahan bawah lautnya yang menjadi icon international. Mungkinkah gaung pemerintah dalam program VISIT INDONESIA YEAR 2008 tidak sampai kesini?

Perjalanan dilanjutkan, matahari sudah mulai terasa panas, jalan semakin menanjak dan di lereng ini tidak ada pohon yang bisa digunakan berteduh. Sebenarnya kami tidak membawa perbekalan banyak, hanya minum dan makanan ringan serta camera, tetapi rasanya sangat berat pendakian ini, mungkin karena perjalanan laut tadi yang sudah banyak menyerap energi kami. Pendakian dilanjutkan dengan semakin hati hati karena lantai tanah dilereng ini mulai amblas ketika diinjak. Sebagain sepatu kami terbenam tanah pasir yang berasal dari lava yang sudah mengering.

Guide kami sering tiba tiba berhenti untuk melihat kepuncak gunung dan seolah berusaha fokus dan terdiam untuk mendengar sesuatu. ”Biasanya beberapa menit sekali ada letupan dan getarannya terasa disini”. Tapi sudah hampir satu jam kami tidak merasakan dan melihat letusan atau kepulan.

Pendakian akhirnya sampai pada batas lereng yang boleh didaki, ada menara pengawas yang sudah terkubur dan bunker berisi peralatan pemantauan milik Pengawas Vulkanologi serta elemen solar cell. Sepertinya masih berfungsi, kami tidak berani menyentuhnya karena memang ada larangannya untuk tidak di’ganggu’. Dibelakang kami, tampak pemandangan yang sangat indah, Pulau serta gunung di sekitar Anak Krakatau terlihat sangat jelas. Legenda dahsyat pada tahun 1883 terbayang dari sini. Gunung Rakata, Gunung Danan dan Gunung Perbuatan meledakan diri dan hancur, yang tersisi hanya belahan luar Gunung Rakata, caldera nya saat ini berada didasar laut. Tidak heran kalau sebagian material debunya bisa sampai ke daratan Eropa. Tanda tanda kekuasaan Sang Pencipta Alam yang luar biasa, ini mungkin yang disebut didalam kitab suci Al Qur’an : ”Ayat ayat Ku yang digelar di alam....”.

Pendakian berakhir, setelah puas melakukan pengambilan gambar kami kembali turun ke Pos dan segera bersiap kembali ke speed boat karena harus segera merapat di Legon Cabe, tempat kami akan mendirikan tenda. Tempat ini berada di Pulau Rakata dan cukup aman dari angin dan gelombang yang mungkin datang sore hari. Selain itu Legon Cabe adalah tempat menyelam terkenal kelas dunia yang cerita serta misteri keindahan bawah lautnya terdapat dibuku buku diving trip mancanegara (baca majalah ASIANDIVER VII/2005 dan AUTRAL-ASIA SCUBA DIVER V-2007).

Kami segera menyeberang ke Legon Cabe. Sepertinya ini memang tempat berkemah faforit. Banyak tertinggal bekas perapian dan bekas patok patok tenda. Lima tenda segera didirikan, seluruh logistik sudah diturunkan. Sebagian melakukan ibadah sholat dzuhur dan sebagain dari kami makan siang. Makanan yang dibawa Sugeng terasa sangat nikmat, padahal kalau dipikir pikir menu seperti ini biasa biasa saja, ”ha ha..inilah anugrah kemewahan alam terbuka” kata Pak Kuswanto. Suasana mewah yang sudah lama dilupakan banyak orang. Bisa dibayangkan ditempat ini kami aman dari polusi, bising kendaraan sampai panggilan telepon.

I beleave I can fly
Sore hari setelah sholat Ashar, kami melakukan penyelaman di Legon Cabe. Dive site ini luar biasa, selain jernih topografinya berkontur tebing curam (drop off). Penyelaman dibagi 2 group berdasarkan kualifikasi selam yang dimiliki. Group pertama hanya menyelam s/d maksimal 9 meter dan group kedua boleh deep diving. Menurut informasi, dasar legon cabe sangat dalam. Sebenarnya kami ingin sekali mengetahui berapa kedalaman dasar area ini tetapi kami akhirnya lebih memilih pada durasi penyelaman yang lama. Buat apa hanya mencapai dasar tetapi durasi penyelaman hanya sebentar, ”Ini dive spot dunia man...!” kata I Made. Saya dan I Made berdua sepakat menyusuri wall ini dikedalaman 20 meteran saja.

Visibilitas (kejernihan) sangat baik, pada sore gelap seperti ini jarak pandang bisa 8meteran. Kami turun bertahap sambil merasakan arus. Subhanalloh.... saya menyebutNYa lagi.(kali ini tidak dalam hati, jadinya bercampur dengan gelembung udara dari mouth piece) biarlah namaNYA menggema di sini. Sampai pada 23 meter, kami masih belum melihat dasarnya selain warna biru tua, warna penuh misteri.
Ribuan ikan ekor kuning (schooling) menyambut kami, disela sela soft coral dan macro alga. Ibarat kami berteduh dibawah pohon beringin yang besar dan lebat, ikan ikan ini yang jadi daunnya. Wall ini memang lebih sedikit dipenuhi hard coral. Ada sih beberapa massive coral (karang berbentuk bongkah batu) dan foliose (karang berbentuk piring). Hampir kesemuanya masih dalam kondisi baik. Ada beberapa cacing warna warni keluar dari massive coral, sempat saya foto beberapa, oo.. ada menyelip lion fish / lepu ayam, saya ingin close up tapi harus berhati hati, sedikit saja bulu indahnya menyentuh saya maka cerita ini akan lain jadinya. Bulunya yang beracun dan mematikan siapa saja yang menyentuhnya membuatnya pede dan aman berada disana, agak sulit jadinya identifikasi ikan ini apakah pterois antennata atau pterois radiata, saya putuskan untuk meninggalkannya saja. Penyelaman dilanjutkan dan tiba tiba seekor remora (ikan simbiotic mammal) menempel dipaha bergerak lincah berpindah ke tabung dan ke dada saya. Ikan ini adalah ikan yang sering menempel ditubuh ikan besar seperti hiu, manta bahkan paus. Ikan ini bekerja secara simbiosis membersihkan sisa kotoran dari ikan besar yang diikutinya namun meminta perlindungan dari pemangsa lain. Arghh..... Nakal! Emangnya saya berbau kotoran apa ya! Tapi lantas saya berpikir dengan ukuran panjangnya yang 35 cm, pasti ikan besar yang selama ini dia ikuti ukurannya bisa 10 – 20 kali lebih besar?OO....dimana kamu? Saya harus hati hati dan segera melakukan underwater signal ”waspada” ke I Made.

Mitra selam (Buddy) saya memberi isyarat ingin diambilkan photo setelah dia melihat sea fan berwarna biru dan hijau. Ukurannya besar dari yang pernah saya lihat di kepulauan Karimun Jawa . Kami menyapa pipe fish, moorish, angel fish dan plataks besar.

Plataks (plataxpinnatus) ukuran seperti ini (35cm) terakhir kami temui di lepas pantai Indramayu. Di Pulau Tempurung sempat juga ditemukan tapi ukurannya lebih kecil dan masih berwarna loreng coklat. Setelah dewasa, ikan ini memang berubah warna. Selain itu ada clown fish (ikan nemo/ badut) namun spesies ini adalah amphiprion akallopisos, jadinya semakin sulit melihatnya saat berkamuflase dengan anemonnya.
Ha ha... menyusuri tebing terjal kali ini lebih mudah dibanding menanjak di Anak Krakatau tadi. Kami merasa seperti burung yang terbang diair menjelajah tubir terjal menikmati pemandangan dan menyapa penghuninya.


I beleave I can fly.......

Tidak terasa maximum bottom time sudah sedikit kami lewati, kami harus disiplin dan segera naik perlahan melakukan deco stop (bernafas di kedalaman tertentu untuk membuang sisa nitrogen di tubuh akibat menyelam melampaui batas waktu pada kedalaman tertentu). Sambil tidak henti menyebut namaNYa dalam hati saya terus melakukan pemotretan apa saja yang terlihat sambil decostop. Namun ada pemandangan yang membuat hati ini miris, dikedalaman 6 meter ada hamparan karang cabang acropora yang rusak, setelah saya teliti kerusakan ini disebabkan oleh jangkar kapal. Bisa dibayangkan apabila setiap kapal buang jangkar dengan cara sembarangan maka keindahan terumbu karang ini tinggal cerita. Pertumbuhan karang keras sangat lambat, 1 tahun hanya 1cm! Jadi terumbu karang indah ini adalah ciptaan alam berjuta juta tahun lalu. Perlu dibuatkan mooring buoy (tambatan kapal permenen) untuk memudahkan semua kapal yang mampir disini.

Menjelang permukaan (3 meter) sempat pandangan saya seperti buram, tidak jernih, ternyata setelah saya cermati tepat didepan saya terdapat ribuan atau mungkin jutaan bayi bayi ikan yang sangat kecil. Terumbu karang ini memang tempat berkembang biaknya ikan, bayangkan saja 1km2 terumbu karang sehat mampu menghasilkan 30ton ikan pertahun. Sebenarnya cukup untuk memberikan 600 orang. Tapi kenapa negeri ini masih saja belum makmur? Saya bergumam ”Lautan ini milikMU ya Allah, dengan cara yang luar biasa unik, tangan tangan mu memelihara kelangsungan ekosisitem ini agar senantiasa dapat kami ambil manfaatnya tapi...Maafkan sebagaian dari kami yang masih selalu salah dan tidak bijaksana dalam memanfaatkan nikmatMu ini”.

Setelah deco stop selesai kami bergabung dengan group pertama yang melakukan penyelaman dangkal. Legon cabe dibagian tepi memiliki hamparan dangkal sekitar 2-3 meter sepanjang 30 meter garis pantai. Kami menemukan tali, sampah plastik, karung plastik serta sisa jaring rusak menempel dikarang karang cabang. Diarea ini kami berencana melakukan reef clean up esok hari. Laut dipermukaan sangat tenang, namun speed boat segera meminta kami segera naik cepat. Rupanya crew speed boat sudah gatal ingin menurunkan pancing ”rawe” nya setelah melihat schooling ikan disekitar boat namun mereka tidak berani menurunkan pancing selama penyelam berada dibawah.

Sambil bergerak kearah pulang, pancing diturunkan dan benar saja tidak lama ditarik kembali menangkap 8 ikan sekaligus. Kami hanya menangkap 16 ikan saja karena kami rasa cukup untuk makan malam nanti, sisanya kami lepaskan.

MALAM SERU LEGON CABE
Kembali ke base camp, kami melihat sudah ada 4 perahu lain termasuk satu speed boat mewah. Kelihatannya semuanya kapal kapal ini berlindung dan mungkin bermalam disini. Langit semakin gelap dan angin kelihatannya mulai bertiup semakin kencang lagi.
Beberapa rombongan ini terlihat melakukan persiapan. Kami menghampiri dan berkenalan. Ada nelayan dari Kalianda, nelayan Lampung dan yang berkapal mewah adalah rombongan turis expatriat dari KOREA. Rombongan terakhir ini yang membawa perlengkapan outdoor mewah. Namun sayang perlatannya tidak sesuai dengan kondisi alam saat ini. Tenda untuk barbeque yang mereka bawa terlalu tinggi dan terbuka. Kami sarankan untuk bergabung dengan kami karena sangat rawan terbang ditiup angin.
Guide kami membantu menyiapkan makan malam, ikan ikan yang baru kami tangkap disiapkan untuk dibakar bersamaan dengan matangnya nasi. Nikmatnya ikan bakar yang disantap dengan sambal colek yang dibuat ABK tidak akan kami lupakan. ”Uenaaak..., suasananya yang mahal” lagi lagi kata pak Kuswanto. Rupanya sejenak terisolasi dari sms dan panggilan hp membuatnya senang.
Kami membawa 3 botol besar air mineral, namun untuk keperluan cuci piring sampai dengan MCK kami manfaatkan air laut. Untuk berjalan jalan menyusuri pantai disini tidak perlu repot repot membawa sandal, disini berserakan sandal sandal mulai ukuran anak kecil hingga dewasa bahkan kami menemukan sandal gunung merk terkenal. Hanya saja untuk kiri dan kanan berwana lain kadang ukuran beda dikit, lumayan kami semua bisa bersandal.

Angin terasa semakin kuat, tiba tiba ”brak!!” dari arah belakang kami beberapa pohon tumbang dan debunya terbang terbawa angin. Kemudian di selat kami melihat sesuatu yang berwarna putih, rupanya air laut terangkat sekitar 15meter oleh angin puting beliung. Tenda tenda segera kami selamatkan karena nyaris saja ikut terbang. Bahkan milik Pak Kuswanto sudah miring doyong kiri kanan tetapi karena tenda ini berkualitas baik, posisinya kembali seperti semula tanpa mengalami patah tulang (frame).

Malam harinya hujan turut memeriahkan acara. Kami berkumpul di perapian menghangatkan badan dan mengeringkan pakaian basah. Orang orang Korea ini berprofesi sebagai exportir ikan dari Indonesia. Mereka baru satu tahun tinggal di Jakarta. Berlibur ke Anyer, Ujung Kulon dan Krakatau sering mereka lakukan bersama sama dengan teman sekantor dan keluarganya. Melihat jadwal wisatanya yang mewah, sepertinya bisnis mereka lancar di Indonesia.
Kemudian ada kapal nelayan lagi merapat. Katanya dari Way Muli, Lampung dan menceritakan baru saja menolong temannya yang sore tadi kehilangan kapal beserta seluruh isinya. ”Kapal kami terbalik di Selat Rakata situ” ceritanya lirih. Para ABK hanya sempat menyelamatkan diri sebisanya berenang kemudian ditolong oleh nelayan yang menemukan mereka dan membawanya berlindung di Legon Cabe ini.
Berbincang dan berbagi pengalaman dengan nelayan nelayan ini sangat menginspirasi. Pengalaman dan keberaniannya mengarungi lautan luar biasa. Semuanya itu dilakukannya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sangat ironis ceritanya dibanding dengan orang Korea yang profesinya dan komoditasnya usahanya sama sama dari perikanan laut Indonesia. Tetapi yang satu beruntung dan satu lagi kurang beruntung bahkan nyaris buntung. Globalisasi memang berdampak merugikan bagi pihak pihak yang tidak siap.

Malam makin larut akhirnya kami masuk ke tenda untuk beristirahat. Namun kembali dikejutkan oleh teriakan minta tolong. Rupanya speed boat milik rombongan Korea terhempas ke darat dan posisinya miring nyaris terbalik. Serentak kami berlari menahan sebisanya. Memanfaatkan gelombang yang makin besar akhirnya posisi bisa diselamatkan dan kemudian disarankan kapal bersandar lebih ketengah agar lebih aman.

Kami harus mengeringkan badan sebelum kembali ke tenda dan syukur bisa lelap sampai subuh.

BEACH & REEF CLEAN UP
Pagi hari kami lakukan kegiatan sesuai rencana. Saya dan I Made melakukan reef clean up, snorkling memunguti sampah yang merusak terumbu karang di bawah laut. Sedangkan tim lain membersihkan sampah digaris pantai. Setelah dikumpulkan kami menghitung, rasanya tidak mungkin membawa sampah sebanyak ini ke kapal. Akhirnya sebagian terpaksa kami bakar dan sebagian lagi kami bawa.

Setelah itu kami berkemas untuk pulang dan segera meninggalkan pulau. Kepulauan yang menyimpan sejarah dan keindahan luar biasa. Mudah mudahan kunjungan ini bermanfaat. Setiap pulau atau tempat yang kami kunjungi selalu memberikan kesan luar biasa, dari pengalaman pengalaman ini kami senantiasa belajar dan berbagi tentang kehidupan.




We didn’t take anything but picture
We didn’t spend anything but time
We didn’t leave anything but step………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar